Jumat, 15 Maret 2013

Waspadai Bahaya Pestisida



Di dunia pertanian, pestisida dimanfaatkan untuk mengendalikan populasi hama tanaman. Cara ini digunakan sebab dianggap lebih mudah, praktis, dan dapat diproduksi secara besar-besaran. Keuntungan lain karena pestisida mudah diangkut dan gampang disimpan. Namun, bukan berarti penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak buruk. Bak pisau bermata dua, dibalik manfaatnya bagi industri pertanian, pestisida menghadirkan ancaman kesehatan yang mengerikan. Bahaya pestisida semakin nyata akibat penggunaannya yang tidak bijaksana.
Penggunaan pestisida berisiko pada gangguan kesehatan, baik dalam jangka panjang atau pun pendek. Semakin sering seseorang berhubungan dengan pestisida, semakin besar pula risiko yang harus ditanggungnya. Pestisida dapat meracuni manusia tidak hanya pada saat digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, setelah penyemprotan dan saat penyimpanan.

Pestisida meracuni manusia melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Keracunan pestisida paling sering terjadi pada orang yang langsung melakukan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-pusing, mual, muntah-muntah, kejang dan pingsan. Bahkan banyak kasus keracunan pestisida berujung pada kematian. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver.

Selain keracunan langsung, pestisida juga dapat memengaruhi kesehatan orang awam yang tidak melakukan penyemprotan. Kemungkinan ini terjadi akibat sisa racun (residu) pestisida yang menempel pada tanaman dikonsumsi oleh manusia. Seseorang yang mengonsumsi produk tersebut, telah kemasukan racun pestisida melalui makanan yang dikonsumsi. Racun ini akan terakumulasi dalam tubuh. Semakin tinggi jenis residu, maka semakin membahayakan kesehatan manusia.

Celakanya, residu pestisida pada tanaman Indonesia tergolong tinggi. Rendahnya pemahaman petani terhadap bahaya pestisida mengakibatkan penggunaan secara serampangan. Untuk jenis tanaman padi dan sayur-sayuran seperti kubis, tomat, bawang, cabai, sawi dan lain-lainnya, petani secara rutin menyemprot pestisida dengan frekuensi penyemprotan mencapai lima sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih dilakukan penyemprotan.

Secara ekonomis, tingginya frekuensi penyemprotan pestisida tidak saja banyak menelan biaya produksi, tetapi juga produk pertanian Indonesia akan susah diterima oleh pasar internasional. Negara maju umumnya tidak mentolelir adanya residu pestisida diatas ambang batas pada bahan makanan impor. Inilah salah satu alasan mengapa produk pertanian Indonesia kerap ditolak kehadirannya di negara lain. Salah satu harian nasional pernah melaporkan bahwa produksi sayur mayur Sumatra ditolak masuk Singapura dengan alasan tingginya kandungan residu.

Bayi Cacat

Risiko tertinggi keracunan pestisida ada pada petani yang secara langsung menyemprotkan residu. Namun dampak keracunan tidak langsung juga sama berbahayanya. Sebuah jurnal medis melaporkan bahaya pestisida pada kelompok awam dapat berupa;

1.     Paparan selama 3 bulan atau lebih selama kehamilan akan meningkatkan risiko keguguran. Publikasi ilmiah pernah melaporkan dalam jaringan tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin mengonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat mental. Selain itu, bayi yang dilahirkan juga beresiko terkena leukimia dan kecerdasannya akan bisa terganggu.
2.     Bila terpapar sejak kehamilan akan berpengaruh pada pembentukan janin dalam kandungan. Residu pestisida bisa menghambat pertumbuhan janin dan meningkatkan risiko kelainan bawaan. Apalagi selama perkembangannya, janin belum mampu mendetoksifikasi racun yang ada. Sementara otak dan sistem saraf sendiri masih terus berkembang hingga anak berusia 12 tahun.
3.     Pada anak, paparan pestisida dapat menurunkan stamina tubuh serta perhatian dan konsentrasinya. Begitu pun memori dan koordinasi tangan mata yang terganggu, serta semakin besar kesulitan anak dalam membuat gambar garis sederhana.
4.     Anak yang terpapar residu pestisida sejak balita, ketika usia SD kecerdasannya akan berpengaruh. Sebuah penelitian yang dilakukan di Meksiko terhadap anak yang mengonsumsi anggur disemprot pestisida dengan yang tidak, menunjukkan perbedaan kognitif yang signifikan.
5.     Jangka panjang dari paparan pestisida secara terus menerus dalam waktu sekitar 20-30 tahun akan terjadi perubahan hormonal dan sistem reproduksi.Pada anak laki-laki diistilahkan dengan demasculinisation, yaitu hilangnya sifat-sifat maskulin. Sementara pada anak perempuan diistilahkan dengan definisasion. Jadi anak mengalami perubahan orientasi seksualnya.

Melihat bahaya pestisida, sudah sewajarnya jika harus berhati-hati. Bahkan seiring meningkatnya pemahaman dan kepedulian masyarakat pada kesehatan, konsumsi pangan nir pestisida (pangan organik) mulai banyak digemari.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar