Sumber gambar: disini
Dewa, sebut saja begitu, anak kelas 1 SD di bilangan Jakarta Selatan meletakkan
tas sekolahnya. Belum juga melepas baju dan sepatu,
dia meraih remote control televisi. Klik,
klik, dan berhenti di sebuah stasiun televisi swasta. Binar mata coklat terus
tertuju di layar kaca, sementara sang ibu berusaha melepas baju seragamnya.
Kebiasaan ini agaknya sudah otomatis. Apakah Dewa sedang makan, bermain,
mengerjakan tugas sekolah, hingga menjelang tidur, lebih banyak dikerjakan di
depan televisi dalam keadan hidup. Dia lebih suka dirumah nonton televisi
dibanding bermain dengan anak-anak sebaya. Sejenak saja dia meninggalkan
televisi, kegelisahan begitu nampak di raut mukanya.
Dewa, dan mungkin juga kebanyakan anak-anak, dapat dikategorikan sebagai
kecanduan televisi (TV addict). Bagi
mereka, rasanya tak akan ada keceriaan tanpa
televisi. Dalam beberapa kasus, kecanduan seperti ini bisa sama berpengaruh
terhadap kesehatan dengan orang-orang yang teradiksi rokok maupun alkohol.
Banyak penelitian diluar negeri menyebutkan, anak-anak yang waktunya
terlalu banyak dihabiskan di depan televisi memiliki kecenderungan lebih gemuk,
kurang aktivitas, dan mempunyai kadar kolesterol yang lebih tinggi dibanding
dengan anak-anak yang lebih suka bermain di luar ruang. Beberapa peneliti
bahkan menduga, kecanduan televisi dapat mendorong tumbuhnya sikap permisif
terhadap kekerasan dan sifat-sifat agresif.
Melihat efek negatif bagi kesehatan anak, lantas tindakan apa yang
diperlukan jika anak Anda termasuk golongan yang gemar menghabiskan waktunya di
depan televisi? Menurut Marie Winn, seorang pemerhati kesehatan anak dari
Amerika, hindari membiasakan televisi sebagai teman bagi anak Anda. Tak peduli
seberapa sibuknya Anda, biasakan untuk menemani disaat yang sangat penting,
seperti belajar.
Diwaktu luang anak, sebaiknya berikan sarana berekreasi yang menarik ketika
Anda tidak dapat mengawasi secara langsung. Bisa saja misalnya memberikan
berbagai gambar yang dapat diwarnai, memberinya instrumen musik sederhana yang
dapat dimainkan oleh si anak, atau memberikan buku cerita bergambar sesuai usianya.
Jika sejak dini anak dibiasakan gemar membaca, Anda akan menemukan bahwa si
anak akan menyukai buku sama baiknya seperti ia menyenangi acara televisi.
Program Bermanfaat
Seorang psikiatri dari Los Angeles, Caroline Lieberman, menyarankan
penyeleksian acara yang layak tonton untuk anak. Libatkan anak dalam pemilihan
acara ini, dan beri penjelasan mana yang boleh ditonton serta yang tidak boleh.
Lihat daftar program televisi – di beberapa koran menyediakan – dan pilih yang
menarik serta bermanfaat bagi anak. Pilih program yang bersifat mendidik, tidak
mengandung unsur kekerasan, serta mendukung nilai-nilai dan sifat yang ingin
Anda tanamkan pada anak. Usahakan beberapa kali mendampingi anak menonton
televisi program pilihan bersama tersebut.
Mengikis kebiasan anak pada adiksi televisi juga dapat dilakukan dengan
menetapkan jam belajar dan waktu tidur secara teratur tanpa dipengaruhi kapan
suatu program tayangan televisi berakhir. Jangan sekali-kali meletakkan pesawat
televisi di ruang tidur atau mengajaknya belajar di depan televisi yang sedang
menyala. Coba juga menetapkan aturan ” tak ada
televisi pada jam belajar”.
Beri penjelasan pada anak untuk tidak menggunakan televisi sebagai
pengiring aktivitasnya. Suara televisi akan
merangsang anak secara refleks melihat apa yang sedang ditayangkan. Ini tentu
saja akan menjadi gangguan kegiatan utama yang sedang dilakukan. Jika anak suka
mendengarkan sesuatu diantara aktivitasnya atau menjelang tidur, dapat diganti
dengan radio atau mp3 player. Keduanya kurang menimbulkan keinginan untuk
melihat dibanding televisi.
Cara lain adalah dengan memberi waktu lebih pada anak untuk bersosialisasi
dengan teman-teman diluar. Tetapi bila Anda khawatir terhadap anak, ajak teman-temannya
berkunjung kerumah dan berikan aktivitas yang banyak bergerak, seperti main
petak umpet.
Merencanakan satu hari tanpa televisi dengan kegiatan bersama keluarga,
patut juga dicoba. Komunitas internasional mencanangkan setiap tanggal 25 Juli
sebagai No TV day. Namun Anda bisa
memilih setiap akhir pekan sebagai hari tanpa televisi. Ajak anak melakukan
aktivitas sosial seperti gotong royong di sekitar komplek, berolah raga ataupun
kegiatan keagamaan di akhir pekan.
Dukunglah keinginan positif anak untuk mengikuti kegiatan diluar kegiatan
belajar di sekolah. Kursus bermain musik, melukis atau sekolah futsal
seusianya, cukup efektif mengalihkan keinginan anak berlama-lama di depan
televisi.
Menonton televisi memang dibutuhkan untuk anak. Selain menambah wawasan,
pengetahuan, televisi juga memberi hiburan bagi anak. Namun jika anak mulai cenderung
kecanduan televisi, saatnya untuk diwaspadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar